Jumat, 03 Maret 2017

ALAT UKUR DENGAN SATUAN TIDAK BAKU



ALAT UKUR DENGAN SATUAN TIDAK BAKU
(SEBAGAI WARISAN KEARIFAN LOKAL DI KASEPUHAN CISITU BANTEN SELATAN YANG MASIH DIPERTAHANKAN)
Oleh : Tosim Awaludin,S.Pd.,MM

A.     PENDAHULUAN
Mengukur merupakan kegiatan yang tidak bisa kita pisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengukur menjadi kegiatan yang rutinitas dan mejadi kebutuhan dalam  berbagai kegiatan . Dalam kegiatan pengukururan  tidak terlepas dari alat ukur, orang yang mengukur dan alat yang di ukur.Mengukur merupakan kegiatan membandingkan suatu besaran dengan sebuah satuan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
            Alat ukur yang digunakan ada alat ukur satuannya  baku dan alat ukur dengan satuan tidak baku. Di beberapa tempat alat ukur satuan tidak baku masih digunakan seperti jengkal, depa, hasta dan lain-lain.
            Sama halnya dengan  adat kasepuhan cisitu, masih banyak masyarak adatnya menggunakan alat ukur dengan satuannya tidak baku atau mungkin malah kita asing dengan satuan –satuan yang digunakannya, seperti pocong,deka, kojor ,dan matek.
            Di kasepuhan adat cisitu penggunaan satuan-satuan diatas menjadi hal biasa,dengan alasan mudah digunakan, simpel  dan tidak harus membawa alat ukur yang membuat mereka sulit.
            Dengan melihat hal diatas , maka penulis tertarik untuk mengkaji satuan-satuan yang masih digunakan di daerah adat kasepuhan cisitu yang secara turun temurun selalu di wariskan ke generasi berikutnya dan terkadang menjadi satuan  keharusan  untuk di pakai dalam kehidupan bermasyarakat.
B.     KAJIAN TEORI
            Pengukuran(measurement) merupakan penentukan ukuran atau kapasitas suatu besaran dengan cara membandingkannya dengan besaran tertentu yang sejenis yang digunakan sebagai satuan.
            Menurut Atu ira (2004:2) Pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang dianggap sebagai patokan.Maka, dalam pengukuran terdapat dua faktor utama yang harus di perhatikan , yaitu pembandingnya serta patokan atau standar yang digunakan
            Senada dengan Wasis DKK (2008:1) Pengukuran merupakan membandingkan suatu besaran yang diukur dengan besaran sejenis yang dipakai sebagai satuan .
            Dari kedua pendapat diatas pengukuran merupakan pekerjaan membandingkan  yang tidak terlepas dari suatu besaran yang diukur serta besaran sejenis yang dianggap sebagai patokan.
            Agar pengukuran akurat dan dapat dipertanggung jawabkan maka dalam kegiatan mengukur kita memerlukan satuan baku, yaitu satuan pembanding tetap dan disepaka oleh semua orang serta akuntability .Menurut Atu Ira (2004:1)  ada beberapa syarat yang hasrus dimiliki suatu satuan agar  bisa menjadi satuan standar adalah:
a.       Nilai satuan harus tetap, dalam arti satuan tidak boleh berubah-ubah terhadap lingkungan ,  cuaca,usia, atau apapun.
b.      Mudah diperoleh kembali , bagi orang lain yang menggunakan satuan tersebut tidak mengalami kesulitan dalam menggunakannya  dengan cara membandingkannya.
c.       Satuan harus dapat diterima secara internasional.Dapat diterimanya  satuan secara internasional ini  ,maka antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain akan sama dan dapat dipertanggung jawabkan.        
Selain satuan baku, dalam pengukuran   ada  juga satuan yang tidak baku seperti yang sering kita dengar yaitu jengkal, kaki , depa dan hasta. Selain yang sudah disebutkan  ternyata ada juga satuan yang digunakan oleh suatu komunitas masyarakat yang penulis menyebutnya adalah masyarakat Adat Kasepuhan Cisitu.Masyarakat adat kasepuhan cisitu merupakan  kasepuhan adat yang mencakup wilayah  Desa Situmulya dan Desa Kujangsari di Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak-Banten  sebuah masyarakat tradisi yang mempertahankan  budaya-budaya kearifan local , salah satunya penggunaan satuan yang menurut pemahaman penulis termasuk satuan  yang tidak baku.Adapun satuan yang tidak baku tersebut adalah:
1.      Pocong
Pocong  merupakan satuan  tidak baku yang digunakan untuk mengukur banyaknya tandan-tandan padi yang di satukan dengan menggunakan dua genggaman tangan.Kegiatan ini dilakukan setelah panen  raya yang pelaksanaanya secara gotong royong , aturan pembagiannya apabila dapat 5 pocong maka 1 pocong untuk yang ikut panen, untuk pembagian ini mungkin beda dengan daerah lain



            Gambar: 1                              Gambar: 2
2.      Gantang
Gantang merupakan pengukuran tidak baku  yang ter akumulasi dari perhitungan 10 liter beras .  Satu Gantang kalau ditimbang akan menghasilkan massa sekitar 8 Kg. Di daerah lain gantang ada juga yang menyebutnya deka, yang perhitungan nya sama dengan gantang
Sajikan gambar
3.      Kojor
Satuan tidak baku kojor biasanya hanya digunakan untuk gula merah,dikatakan satu kojor apabila ada lima ikatan gula, satu ikatan gula biasanya berjumlah dua batok.Batok diambil dari kata cetakan yang digunakannya,kalau ditimbang sekitar 3Kg.
 Selain dalam bentuk ikatan ada juga dalam bentuk silinder atau yang disebut toros yang jumlahnya lima silinder, beda dengan yang diikat cetakannya dari batok, yang berbentuk silinder dicetak menggunakan bambu.

4.      Matek
Matek ini digunakan oleh masyarakat ketika mengukur tanah, batu kerikil dan pasir .Satuan yang tidak baku ini mungkin menarik bagi kita. Mengapa penulis menganggap menarik terhadap satuan ini ,karena  ada beberapa alasan:
a.       Alat ukur yang digunakannya adalah kaleng cat yang 5 kg
b.      Hasil pengukurannya kalau di timbang menggunakan  neraca atau timbangan akan menghasilkan angka yang berbeda.contoh
No
Bahan
Setelah ditimbang
1
Batu padat
10 Kg
2
Tanah campur kerikil
6 Kg
3
Pasir
8 Kg
           


                        Gambar: 4
C. Kesimpulan
            Di lingkukangan masyarakat perkotaan penggunaan alat ukur dengan satuan tidak baku mungkin sudah ditinggalkan dan  tidak digunakanlagi , karena memang akurasinya tidak bisa dipertanggung jawabkan. Tetapi ternyata  penggunaan alat ukur dengan satuan tidak baku  masih digunakan dimasyarakat adat kasepuhan cisitu .Hal ini mungkin bukan hanya didaerah adat kasepuhan cisitu saja, di masyarakat   Indonesia yang lain , terutama didaerah yang  jauh dari kota penggunaan alat ukur dengan  satuan tidak baku ini menjadi sebuah alternative.
            Kita sebagai orang yang sudah mengenal alat ukur dengan satuan baku  ,  tetap menghargai kearifan local ,walaupun alat ukur dengan satuan tidak baku masih digunakan oleh masyarakat.Kita tetap memberikan pemahaman kepada masyarakat , bahwa alat ukur dengan satuan yang baku-lah menjadi patoka utama, ketika melakukan pengukuran.
            Penulis sadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan artikel ini, yang ingin penulis sampaikan adalah kita saat  ini harus mengenal alat ukur dengan satuan baku, tetapi kita juga harus mengenal alat ukur  dengan satuan tidak baku. Agar kita bisa membandingkan dan  tetap menghargai orang-orang terdahulu kita yang sudah menciptakan alat ukut-alat ukur dengan satuan tersebut.
Penulis Stap Pengajar di  SMPN 7 Satap Cibeber-Lebak
D. Daftar Pustaka

 Sugiyanto Teguh dan  Ismawati Eny.2006.Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTS
          VII. Jakarta: Pusat perbukuan , Departemen Pendidikan Nasional
Saiful Karim (dkk),2008, Belajar IPA kelas VIII, Jakarta: Pusat perbukuan , Departemen Pendidikan Nasional
Ira Atu.2004,Sains Fisika Untuk SMP dan MTs Kelas VII,Bandung:Angkasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar